Pertanian, Pengangguran dan Kemiskinan
ABSTRAK
Kata rakyat merupakan suatu konsep yang abstrak dan tidak dapat
di’tangkap’ untuk diamati perubahan visual ekonominya. Kata rakyat baru
bermakna secara visual jika yang diamati adalah individualitas dari
rakyat (Asy’arie, 2001). Ibarat kata ‘binatang’, kita tidak bisa
menangkap binatang untuk mengatakan gemuk atau kurus, kecuali binatang
itu adalah misalnya seekor tikus. Persoalannya ada begitu banyak obyek
yang masuk dalam barisan binatang (tikus, kucing, ular, dll.), sehingga
kita harus jelas mengatakan binatang yang mana yang bentuk visualnya
gemuk atau kurus. Pertanyaan yang sama harus dikenakan pada konsep
ekonomi rakyat, yaitu ekonomi rakyat yang mana, siapa, di mana dan
berapa jumlahnya. Karena dalam dimensi ruang Indonesia semua orang
(Indonesia) berhak untuk menyandang predikat ‘rakyat’. Buruh tani,
konglomerat, koruptor pun berhak menyandang predikat ‘rakyat’
Dalam konteks ilmu sosial, kata rakyat terdiri dari satuan individu pada
umumnya atau jenis manusia kebanyakan. Kalau diterjemahkan dalam
konteks ilmu ekonomi, maka rakyat adalah kumpulan kebanyakan individu
dengan ragaan ekonomi yang relatif sama. Dainy Tara (2001) membuat
perbedaan yang tegas antara ‘ekonomi rakyat’ dengan ‘ekonomi
kerakyatan’. Menurutnya, ekonomi rakyat adalah satuan (usaha) yang
mendominasi ragaan perekonomian rakyat. Sedangkan ekonomi kerakyatan
lebih merupakan kata sifat, yakni upaya memberdayakan (kelompok atau
satuan) ekonomi yang mendominasi struktur dunia usaha. Dalam ruang
Indonesia, maka kata rakyat dalam konteks ilmu ekonomi selayaknya
diterjemahkan sebagai kesatuan besar individu aktor ekonomi dengan jenis
kegiatan usaha berskala kecil dalam permodalannya, sarana teknologi
produksi yang sederhana, menejemen usaha yang belum bersistem, dan
bentuk kepemilikan usaha secara pribadi. Karena kelompok usaha dengan
karakteristik seperti inilah yang mendominasi struktur dunia usaha di
Indonesia.
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi adalah untuk kesejahteraan rakyat. Bagaimana
menjelaskan pembangunan ekonomi tetapi pengangguran dan kemiskinan masih
berkelana di tengah masyarakat banyak? Bagi Rostow (1960), pembangunan
ekonomi akan sustainable bila kemajuan industri dan jasa didukung maju
pertanian, sektor penyerap terbesar lapangan kerja. Kemiskinan terkait
lapangan kerja.
Penduduk miskin perdesaan lebih besar dari perkotaan.
ISI
Jumlah dan persentase penduduk miskin periode 1996–2009 berfluktuasi
dari tahun ke tahun:
1. Periode 1996-1999: penduduk miskin meningkat dari 34,01 juta (1996)
menjadi 47,97 juta (1999). Di perdesaan akhir 1999 meningkat dari 19,78%
menjadi 26,03%, lebih besar dari perkotaan (19,41%)
2. Periode 2000-2005: penduduk miskin menurun dari 38,07 juta (2000)
menjadi 35,01 juta (2005). Penurunan terjadi juga pada persentase
penduduk miskin perdesaan dari 22,38% pada (2000) menjadi 19,98% (2005).
Periode sama, persentase kemiskinan perdesaan masih lebih besar dari
perkotaan.
3. Periode 2005-2009: penduduk miskin tahun 2006 sempat naik dari 35,1
juta (15,97%) menjadi 39,3 juta (17,75%), karena inflasi 17,95%. Di
akhir tahun 2009 jumlah kemiskinan turun menjadi 32,53 juta (14,15%)
dengan persetase kemiskinan perdesaan masih lebih besar dari perkotaan
(17,35%).
Penduduk miskin di perdesaan umumnya petani . Menurunkan angka
kemiskinan, selain menitikberatkan pertumbuhan ekonomi, juga harus
menerapkan pemerataan distribusi pendapatan yang baik melalui sektor
pertanian.
hingga (2002) menyebut faktor demografi berpengaruh pada kemiskinan.
Pertumbuhan penduduk pesat memperberat tekanan pada lahan, pengangguran
dan memicu kemiskinan. Pertambahan penduduk berkurang, kemiskinan juga
berkurang (teori pertumbuhan penduduk berbeda di negara maju dan
berkembang, lihat teori modern economy dan neoclasical economy). Modal
dan penguasaan teknologi dapat mengentaskan kemiskinan (Solow Growth
Theory).
KINERJA PEMBANGUNAN PERTANIAN HINGGA 2009
RKP 2009: “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan”
dengan prioritas:
a. Peningkatan Pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan
b. Percepatan pertumbuhan berkualitas, memperkuat daya tahan ekonomi
didukung pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi
c. Peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan
demokrasi, dan keamanan dalam negeri.
Di sektor pertanian, agenda selain atasi kemiskinan, kesenjangan dan
kesempatan kerja, inventarisasi dan ekspor, juga revitalisasi pertanian
dan pedesaan. Pembangunan pertanian menciptakan kesempatan kerja, dan
mengentaskan kemiskinan, menjadi penyedia lapangan pekerjaan yang besar.
Dilihat dari proporsi masing-masing sub sektor, kontribusi sub sektor
tanaman pangan mencapai 49.9%, yang diikuti oleh subsektor perikanan dan
perkebunan. Kontribusi sub sektor tanaman pangan terbesar karena jumlah
pelaku usaha pertanian tanaman pangan juga terbesar dibanding sub
sektor lainnya. Kenaikan pada subsektor tanaman pangan didorong oleh
kenaikan produksi padi, komoditas sektor perkebunan terkait dengan
peningkatan ekspor dan perbaikan harga komoditas perkebunan dunia.
Sementara pada subsektor peternakan, kenaikan PDB disebabkan pulihnya
kondisi konsumen untuk mengkonsumsi produk peternakan unggas. Oleh
karena itu, untuk mendorong sub sektor tanaman pangan diperlukan
sumberdaya (SDM atau SDA?) yang lebih besar karena banyaknya pelaku
usaha pertanian yang bermain di dalamnya
SUBSIDI PERTANIAN
Total anggaran sektor pertanian cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Demikian pula dengan total subsidi pertanian (termasuk subsidi pangan)
mencapai sekitar 75% dari total anggaran sektor pertanian. Pangsa pasar
investasi sektor pertanian terhadap total investai PMDN pada 2 tahun
terakhir hanya sekitar 10%, mengalami penurunan dibanding tahun 2006
sebesar 17,12% (Tabel 5). Hal ini, akibat return dan payback di sektor
pertanian yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor lain, sehingga
pertanian kurang mendapat perhatian dari lembaga keuangan baik bank
maupun non-bank.
Alokasi subsektor, investasi sektor pertanian terbesar pada subsektor
tanaman pangan dan perkebunan mencapai 90%, sisanya ada pada subsektor
peternakan, kehutanan dan perikanan. Tanaman pangan dan perkebunan
memiliki kontribusi cukup besar mendorong pertumbuhan pertanian.
Investasi pertanian terhadap total investasi PMA menyumbang 2,5%,
mengalami penurunan dibanding tahun 2006 sebesar 6.2%. Investasi PMDN,
investasi PMS didominasi subsektor tanaman pangan dan perkebunan.
Investasi PMA yang rendah dipicu kurangnya bibit unggul komoditi
pertanian di Indonesia. Seperti di peternakan, investor asing yang
menggeluti usaha penggemukkan ternak, melakukan impor ternak dari negara
yang memiliki bibit-bibit ternak unggul. Dengan biaya transportasi
besar, investor asing kurang tertarik atas investasi di pertanian. Perlu
peningkatan riset pertanian dengan memaksimalkan peran perguruan tinggi
dan litbang.
Utama dalam pembangunan pertanian adalah lahan dan air. Dalam dekade
terakhir luas lahan pertanian 17,19% dari total lahan terdiri 4,08%
areal perkebunan; 4,07% lahan sawah; 2,83% pertanian lahan kering dan
6,21% ladang berpindah. Tingkat pemanfaatan lahan sangat bervariasi
antar daerah. Perkembangan luas lahan pertanian, terutama sawah dan
lahan kering (tegalan), sangat lambat, kecuali dibidang perkebunan,
terutama untuk kelapa sawit.
Peningkatan penduduk 2000-2003 sekitar 1,5% pertahun menjadi tekanan
terhadap sumberdaya lahan dan air. Luas rata-rata kepemilikan lahan
sawah di Jawa dan Bali hanya 0,34 ha per rumah tangga petani. Konversi
lahan pertanian terjadi pada lahan sawah berproduktivitas tinggi untuk
permukiman dan industri. Karena, lahan sawah produktivitas tinggi berada
seperti di jalur pantai utara Pulau Jawa dan Bandung, mempunyai
prasarana memadai untuk pembangunan sektor non pertanian. Konversi lahan
sawah menjadi lahan non-pertanian 1999-2002 mencapai 330.000 ha atau
setara dengan 110.000 ha/tahun. Sekitar 9 juta ha lahan terlantar dewasa
ini ditutupi semak belukar dan alang-alang. Pemanfaatan bertahap
mendorong swasembada produk pertanian dan berpotensi ekspor. Sekitar 32
juta ha lahan, terutama di luar Jawa, dapat dijadikan lahan pertanian
tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem.
SARAN
Untuk itu, revitalisasi pertanian, pengembangan lahan pertanian
ditempuh:
• Reformasi agraria meningkatkan akses petani terhadap lahan dan air
(irigasi) serta meningkatkan rasio luas lahan per kapita
• Pengendalian konversi lahan pertanian dan pencadangan lahan abadi
untuk pertanian sekitar 15 juta ha
• Fasilitasi terhadap pemanfaatan lahan (pembukaan lahan pertanian
baru) yang disesuikan dengan karakteristik iklim dan tanah.
• Penciptaan suasana yang kondusif untuk agroindustri (penciptaan nilai
tambah dari produk pertanian) sebagai penyedia lapangan kerja dan
peluang peningkatan pendapatan serta kesejahteraan keluarga petani.
KINERJA PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
RKP tahun 2009 - “Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan
Kemiskinan” – pemerintah siapkan 3 paket program penanggulangan
kemiskinan:
Realisasi Raskin 2005–2009 mencapai +/- 90 % - 99,9% yang
mengindikasikan:
• Sasaran penerima manfaat meningkat mendekati kebutuhannya.
• Pencapaian penerima manfaat selalu lebih banyak daripada pagu sasaran.
• Raskin juga berfungsi sebagai alat pengendali harga beras konsumen.
KESIMPULAN
Pemerintah harus mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan seharusnya
pemerintah mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative action
policynya, untuk mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat.
Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian ekonomi yang akurat tentang
timing dan process di mana pemerintah harus mengurangi bentuk
keberpihakannya pada usaha kecil-menengah dan koperasi dalam pembangunan
ekonomi rakyat. Isu ini perlu mendapat perhatian tersendiri, karena
sampai saat ini masih banyak pihak (di luar UKM dan Koperasi) yang
memanfaatkan momen keberpihakan pemerintah ini sebagai free-rider.
Justru kelompok ini yang enggan mendorong adanya proses phasing-out
untuk mengkerasi mekanisme pasar yang sehat dalam rangka mendorong
keberhasilan program ekonomi kerakyatan. Kita semua masih mengarahkan
seluruh energi untuk mendukung program keberpihakan pemerintah pada UKM
dan koperasi sesuai dengan tuntutan TAP MPR. Tapi kita lupa bahwa ada
tahapan lainnya yang penting dalam program keberpihakan dimaksud, yaitu
phasing-out process yang harus pula dipersiapkan sejak awal. Kalau
tidak, maka sekali lagi kita akan mengulangi kegagalan yang sama seperti
apa yang terjadi selama masa pemerintahan orde baru.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ekonomirakyat.org/_artikel.php?id=4
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_10/artikel_3.htm
nama kelompok :
* Garnis Suciati Sukanda 22210955
* Ratna Sapitri 25210671
Tidak ada komentar:
Posting Komentar