Narasumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/09/konsep-aliran-dan-sejarah-koperasi-16/
KONSEP KOPERASI
1. KONSEP
KOPERASI BARAT
Koperasi
merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang
yang mempunyai persamaan kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para
anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi
maupun perusahaan koperasi.
Unsur-unsur Positif Konsep
Koperasi Barat
• Keinginan individu dapat dipuaskan dengan cara bekerjasama antar sesama anggota, dg saling membantu dan saling menguntungkan
• Setiap individu dg tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko bersama
• Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati
• Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan koperasi
• Keinginan individu dapat dipuaskan dengan cara bekerjasama antar sesama anggota, dg saling membantu dan saling menguntungkan
• Setiap individu dg tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko bersama
• Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati
• Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan koperasi
2.
KONSEP KOPERASI SOSIALIS
Koperasi direncanakan dan
dikendalikan oleh pemerintah dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi,
untuk menunjang perencanaan nasional.
Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis
Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis
3.
KONSEP KOPERASI NEGARA BERKEMBANG
• Koperasi sudah berkembang dengan
ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan
pengembangannya.
• Perbedaan dengan Konsep Sosialis, pada konsep Sosialis, tujuan koperasi untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan probadi ke pemilikan kolektif sedangkan konsep koperasi negara berkembang, tujuan koperasi adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya.
• Perbedaan dengan Konsep Sosialis, pada konsep Sosialis, tujuan koperasi untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan probadi ke pemilikan kolektif sedangkan konsep koperasi negara berkembang, tujuan koperasi adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi anggotanya.
ALIRAN KOPERASI
A.
Aliran Yardstick
• Dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut perekonomian Liberal.
• Koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan dan mengoreksi
• Pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap jatuh bangunnya koperasi di tengah-tengah masyarakat. Maju tidaknya koperasi terletak di tangan anggota koperasi sendiri
• Pengaruh aliran ini sangat kuat, terutama dinegara-negara barat dimana industri berkembang dg pesat. Spt di AS, Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda dll.
• Dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut perekonomian Liberal.
• Koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan dan mengoreksi
• Pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap jatuh bangunnya koperasi di tengah-tengah masyarakat. Maju tidaknya koperasi terletak di tangan anggota koperasi sendiri
• Pengaruh aliran ini sangat kuat, terutama dinegara-negara barat dimana industri berkembang dg pesat. Spt di AS, Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda dll.
B.
Aliran Sosialis
• Koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, disamping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi.
• Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia
• Koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, disamping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi.
• Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia
C.
Aliran Persemakmuran (Commonwealth)
•Koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat.
•Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat berkedudukan strategis dan memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat
•Hubungan Pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat “Kemitraan (partnership)”, dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi tercipta dengan baik.
•Koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat.
•Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat berkedudukan strategis dan memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat
•Hubungan Pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat “Kemitraan (partnership)”, dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi tercipta dengan baik.
“Kemakmuran Masyarakat Berdasarkan
Koperasi” karangan E.D. Damanik
Membagi koperasi menjadi 4 aliran atau schools of cooperatives berdasarkan peranan dan fungsinya dalam konstelasi perekonomian negara, yakni :
Membagi koperasi menjadi 4 aliran atau schools of cooperatives berdasarkan peranan dan fungsinya dalam konstelasi perekonomian negara, yakni :
a.
Cooperative Commonwealth School
Aliran ini merupakan cerminan
sikap yang menginginkan dan memperjuangkan agar prinsip-prinsip koperasi
diberlakukan pada bagian luas kegiatan manusia dan lembaga, sehingga koperasi
memberi pengaruh dan kekuatan yang dominan di tengah masyarakat.
b.
School of Modified Capitalism (Schooll Yardstick)
Suatu paham yang menganggap koperasi sebagai suatu bentuk kapitalisme, namun memiliki suatu perangkat peraturan yang menuju pada pengurangan dampak negatif dari kapitalis
Suatu paham yang menganggap koperasi sebagai suatu bentuk kapitalisme, namun memiliki suatu perangkat peraturan yang menuju pada pengurangan dampak negatif dari kapitalis
c.
The Socialist School
Suatu paham yang menganggap koperasi sebagai bagian dari sistem sosialis
Suatu paham yang menganggap koperasi sebagai bagian dari sistem sosialis
d.
Cooperative Sector School
Paham yang menganggap filsafat koperasi sebagai sesuatu yang berbeda dari kapitalisme maupun sosialisme, dan karenanya berada di antara kapitalis dan sosialis
Paham yang menganggap filsafat koperasi sebagai sesuatu yang berbeda dari kapitalisme maupun sosialisme, dan karenanya berada di antara kapitalis dan sosialis
SEJARAH KOPERASI DI
INDONESIA
Koperasi sebagai suatu sistem
ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki cantolan
konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang
menyebutkan bahwa ?Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan?. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha
yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu
sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai
perumus pasal tersebut. Pada Penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan,
bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana
produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai
Koperasi.Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the
third way, atau ?jalan ketiga?, istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh
sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai ?jalan tengah? antara
kapitalisme dan sosialisme.Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria
Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Ia mendirikan Koperasi
kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir.
R. Aria Wiriatmadja atau Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya
oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Seorang
pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi, Booke, juga
menaruh perhatian terhadap Koperasi. Atas dasar tesisnya, tentang dualisme
sosial budaya masyarakat Indonesia antara sektor modern dan sektor tradisional,
ia berkesimpulan bahwa sistem usaha Koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi
daripada bentuk badan-badan usaha kapitalis. Pandangan ini agaknya disetujui
oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga pemerintah kolonial itu mengadopsi
kebijakan pembinaan Koperasi.Meski Koperasi tersebut berkembang pesat hingga
tahun 1933-an, pemerintah Kolonial Belanda khawatir Koperasi akan dijadikan
tempat pusat perlawanan, namun Koperasi menjamur kembali hingga pada masa
pendudukan Jepang dan kemerdekaan. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan
Koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya.
Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.Bung Hatta meneruskan
tradisi pemikiran ekonomi sebelumnya. Ketertarikannya kepada sistem Koperasi
agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia,
khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan
Koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya
tentang Koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di
Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara ?Koperasi sosial? yang
berdasarkan asas gotong royong, dengan ?Koperasi ekonomi? yang berdasarkan
asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif.Bagi Bung Hatta, Koperasi
bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat
tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan
masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena
itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan
prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi
terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud untuk menarik
mereka menjadi anggota Koperasi, setelah merasakan manfaat berhubungan dengan
Koperasi. Dengan cara itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan sistem
ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui
persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja
sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu
sendiri.Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah
Koperasi yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua,
adalah Koperasi yang dibiarkan berkembang di pasar oleh masyarakat sendiri,
tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik negara merupakan usaha skala
besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika telah bergabung
dalam Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara
kapitalis, baik di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga
menjadi wadah usaha kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang,
Koperasi telah menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.Di
Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya tiga macam Koperasi.
Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh
dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani
(termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani
pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta
juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan Koperasi produksi, guna
memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil.Menurut Bung Hatta, tujuan
Koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani
kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini
tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi
bisa pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan
dari anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi sekunder.
Contohnya adalah industri tekstil yang dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi
Batik Indonesia) dan berbagai Koperasi batik primer.Karena kedudukannya yang
cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah pemerintahpun berani
meninggalkan kebijakan dan program pembinaan Koperasi. Semua partai politik,
dari dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI, mencantumkan Koperasi sebagai
program utama. Hanya saja kantor menteri negara dan departemen Koperasi baru
lahir di masa Orde Baru pada akhir dasarwarsa 1970-an. Karena itu, gagasan
sekarang untuk menghapuskan departemen Koperasi dan pembinaan usaha kecil dan
menengah, bukan hal yang mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal
kantor menteri negara atau departemen Koperasi. Bahkan, kabinet-kabinet yang
dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun tidak ada departemen atau menteri negara
yang khusus membina Koperasi.
Pasang-surut Koperasi di IndonesiaKoperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban njelimet, terlontar dari seorang peserta. ?Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat? alamnya di Indonesia?? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan.Padahal, upaya pemerintah untuk ?memberdayakan? Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis ?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah ?badan usaha?, juga ?perkumpulan orang? termasuk yang ?berwatak sosial?. Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni ?organisasi sosial yang berbisnis? atau ?lembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial.?Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama saja, semua memberatkan gerakan Koperasi dalam menjalankan visi dan misi bisnisnya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal, persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian embel-embel. Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional. Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di tahun 2007 ini terdapat ——– Koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah.Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial
Pasang-surut Koperasi di IndonesiaKoperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban njelimet, terlontar dari seorang peserta. ?Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat? alamnya di Indonesia?? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan.Padahal, upaya pemerintah untuk ?memberdayakan? Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis ?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah ?badan usaha?, juga ?perkumpulan orang? termasuk yang ?berwatak sosial?. Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni ?organisasi sosial yang berbisnis? atau ?lembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial.?Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama saja, semua memberatkan gerakan Koperasi dalam menjalankan visi dan misi bisnisnya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal, persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian embel-embel. Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional. Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di tahun 2007 ini terdapat ——– Koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah.Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar