Secara etimologi, istilah etika berasal dari bahasa
Yunani yaitu kata "Virtus"
yang berarti keutamaan dan baik sekali, dan "Arete" yang berarti utama. Dengan demikian etika merupakan ajaran-ajaran tentang cara
berprilaku yang baik dan yang benar. Prilaku yang baik mengandung
nilai-nilai keutamaan, nilai-nilai keutamaan yang berhubungan erat dengan
hakekat dan kodrat manusia yang luhur.
Ethical
Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan
benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat
manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah
kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara
hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk,
tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik
atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya ( consience of man ).
Kesusilaan
mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru,
pemimpin dan lain – lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat
kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain – lain. Kesusilaan berasal
dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar
kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan
lain – lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri
sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom.
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang
lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari – hari bermasyarakat, berpemerintahan
dan lain – lain. Kesopanan
dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang
berlaku dalam pergaulan ( masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara ).
Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau
kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah ), maka kesopanan dititik
beratkan kepada sikap lahir ( lahiriah ) setiap subyek pelakunya, demi
ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya
akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society,
group, govern dan lain – lain ), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah,
berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat
celaan di tengah – tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya
dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah
yang ada dan hidup dalam masyarakat ). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak
luar oleh karena itu bersifat heretonom.
Khususnya
dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental
etika-nya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara
ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika
Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa
yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus
dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis
itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
Tujuan Etika
pemerintahan
Good governance merupakan tuntutan yang
terus menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda pemerintahan. Tuntutan
tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon positif oleh
aparatur penyelenggaraan pemerintahan. Good governance mengandung dua arti
yaitu :
1. Menjunjung
tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance
mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Pencapaian
visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan
kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem stabilitas politik dan
administrasi negara yang bersangkutan.
Untuk penyelenggaraan Good
governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan. Etika
merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal
yaitu :
1.
Logika, mengenai tentang benar dan salah.
2.
Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
3.
Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Etika pemerintahan disebut selalu
berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar
warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai
keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahanadalah :
1.
Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
2.
Kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
manusia lainnya(honesty).
3.
Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama
harus diperlakukan terhadap orang lain.
4.
kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar
terhadap godaan(fortitude).
5.
Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
6.
Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai
agama agar manusia harus bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.
Makna
Etika Pemerintahan
Etika berkenaan dengan sistem dari
prinsip – prinsip moral tentang baik dan buruk dari tindakan atau perilaku
manusia dalam kehidupan sosial. Etika berkaitan erat dengan tata susila (
kesusilaan ), tata sopan santun ( kesopanan ) dalam kehidupan sehari-hari yang
baik dalam keluarga, masyarakat, pemerintahan, bangsa dan negara.
Etika dalam kehidupan didasarkan
pada nilai, norma, kaidah dan aturan. Etika berupa : etika umum ( etika sosial
) dan etika khusus ( etika pemerintahan ). Dalam kelompok tertentu dikenal
dengan etika bidang profesional yaitu code PNS, code etik kedokteran, code etik
pers, kode etik pendidik, kode etik profesi akuntansi, hakim, pengacara, dan
lainnya.
Inti dari Etika Pemerintahan
adalah tentang bagaimana cara menggunakan kekuasaan, “The Use of Power”. Dan
dalam menjalankan kekuasaan tersebut ada nilai-nilai normatif yaitu :
1.
Nilai sopan santun
2.
Nilai hokum
3.
Nilai moral
Jadi aparat pemerintahan (baik itu
pusat atauoun daerah), harus menggunakan kekuasaannya dengan etika yang baik
dan menjalankan kekuasaannya dengan nilai-nilai normatif tersebut untuk
mencapai tujuan pemerintahan yang baik dan sehat.
Contoh Kasus :
Contoh Kasus :
Beberapa hari terakhir
ada dua berita yang mempertanyakan apakah etika dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama,
melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang
disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai
bahan pestisida berbahaya yang
dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun
terkesan lebih mengutamakan penyelamatan
aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus
HIT, meski perusahaan pembuat sudah meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan
permintaan maaf itu klise.
Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan.
Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan
melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan
laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana
perusahaan bersedia melakukan
apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan
hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah
menghasilkan keuntungan maksimal
bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan
hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering
menjadi faktor pemicu
perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun, belakangan beberapa akademisi dan praktisi
bisnis melihat adanya hubungan
sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi
baik merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar