HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HaKI)
A. PENGERTIAN
Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat ‘HKI’ atau
akronim ‘HaKI’ adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR),
yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk
atau proses yang berguna untuk manusia.
Pada intinya HaKI adalah hak untuk menikmati secara
ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HaKI
adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Secara garis besar HAKI dibagi dalam dua bagian,
yaitu:
- Hak Cipta (copy rights)
- Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup:
·
Paten;
·
Desain Industri (Industrial designs);
·
Merek;
·
Penanggulangan praktik persaingan curang (repression
of unfair competition);
·
Desain tata letak sirkuit terpadu (integrated
circuit);
·
Rahasia dagang (trade secret);
Di Indonesia badan yang berwenang dalam mengurusi HaKI
adalah Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
selanjutnya disebut Ditjen HaKI mempunyai tugas menyelenggarakan tugas
departemen di bidang HaKI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan kebijakan Menteri.
Ditjen HaKI mempunyai fungsi :
a. Perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
kebijakan teknis di bidang HaKI;
b. Pembinaan yang meliputi pemberian bimbingan,
pelayanan, dan penyiapan standar di bidang HaKI;
c. Pelayanan Teknis dan administratif kepada
semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI.
Di dalam organisasi Direktorat
Jenderal HaKI terdapat susunan sebagai berikut :
a.
Sekretariat Direktorat Jenderal;
b.
Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, tata letak
Sirkuit terpadu, dan Rahasia Dagang;
c.
Direktorat Paten;
d.
Direktorat Merek;
e.
Direktorat
Kerjasama dan Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual;
f.
Direktorat Teknologi Informasi;
Pada tahun 1994, Indonesia
masuk sebagai anggota WTO (World Trade Organization) dengan meratifikasi hasil
Putaran Uruguay
yaitu Agreement Astablishing the World Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu bagian terpenting darti
persetujuan WTO adalah Agreement on
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade In
Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi
konvensi-konvensi Internasional di bidang HaKI, yaitu :
a.
Paris Convention for the protection of Industrial
Property and Convention Establishing the World Intellectual Property
Organization, dengan Keppres No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24
Tahun 1979;
b.
Patent Coorperation Treaty (PCT) and Regulation under
the PTC, dengan Keppres NO. 16 Tahun 1997;
c.
Trademark Law Treaty(TML) dengan Keppres No. 17 Tahun
1997;
d.
Bern Convention for the Protection of Literaty and
Artistic Works dengan Keppres No. 18 tahun
1997;
e.
WIPO copyrights treadty (WCT) dengan Keppres No. 19
tahun 1997;
Di dalam dunia internasional terdapat suatu badan yang
khusus mengurusi masalah HaKI yaitu suatu badan dari PBB yang disebut WIPO (WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATIONS).
Indonesia merupakan salah satu anggota dari badan tersebut dan telah
diratifikasikan dalam Paris Convention for the Protection of Industrial
Property and Convention establishing the world Intellectual Property Organization,
sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Memasuki millenium baru, hak kekayaan intelektual
menjadi isu yang sangat penting yang selalu mendapat perhatian baik dalam forum
nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam paket persetujuan WTO
di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HaKI diseluruh dunia.
Dengan demikian saat ini
permasalahan HaKI tidak dapat dilepaskan dari perdagangan dan investasi.
Pentingnya HaKI dalam pembangunan ekonomi dalam perdagangan telah memacu dimulainya
era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.
B. DASAR HUKUM
Dasar hukum mengenai HaKI di Indonesia diatur dengan
undang-undang Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini
melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer, buku
pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku (sejenis)
lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia mengenai Perlindungan Hak
Cipta, peerlindungan ini juga mencakup :
·
Program atau Piranti lunak computer, buku
pedoman pegunaan program atau piranti lunak computer, dan buku-buku sejenis
lainnya.
·
Dari
warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika
Serikat, atau
·
Untuk
mana warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat memiliki
hak-hak ekonomi yang diperoleh dari UNDANG-UNDANG HAK CIPTA, atau untuk mana
suatu badan hukum (yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan, atau mayoritas
dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh warga Negara
atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat)
memiliki hak-hak ekonomi itu;
·
Program
atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak
computer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali diterbitkan di Amerika
Serikat.
Para anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software, Lotus Development, Microsoft,
Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation adalah perusahaan-perusahaan
pencipta program ataupiranti lunak computer untuk computer pribadi (PC)
terkemuka didunia, dan juga adalah badan hukum Amerika Serikat yang
berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh karena itu program atau piranti lunak
computer, buku-buku pedoman penggunaan programataupiranti lunak computer dan
buku-buku sejenis lainnya ciptaan perusahaan-perusahaan tersebut dilindungi
pula oleh UNDANG-UNDANG HAK CIPTA INDONESIA.
Jika seseorang melakukan suatu pelanggaran terhadap
hak cipta orang lain maka orang tersebut dapat dikenakan tuntutan pidana maupun
gugatan perdata. Jika anda atau perusahaan melanggar hak cipta pihak lain,
yaitu dengan sengaja dan tanpa hak memproduksi, meniruataumenyalin, menerbitkan
ataumenyiarkan, memperdagangkanataumengedarkan atau menjual karya-karya hak
cipta pihak lain atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta (produk-produk
bajakan) maka anda telah melakukan tindak pidana yang dikenakan sanksi-sanksi
pidana sebagai berikut,
KETENTUAN PIDANA
PASAL 72
1.
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau
denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(Lima ratus juta rupiah).
(2)
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima
ratus juta rupiah).
(3)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(4)
Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 17 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.000,00 (Satu milyar
rupiah).
(5)
Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 19, pasal
20, atau pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
(6)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar
pasal 24 atau pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta
rupiah).
(7)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar
pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
(8)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar
pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah).
(9)
Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 28 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 1.500.000.000.000,00 (Satu milyar lima ratus juta rupiah).
Disamping itu, anda danatauatau perusahaan anda juga dapat dikenakan
gugatan perdata dari pemegang atau pemilik hak cipta itu, yang dapat menuntut ganti
rugi dan atau memohon pengadilan untuk menyita produk-produk bajakan tersebut dan
memerintahkan anda atau perusahaan anda menghentikan pelanggaran-pelanggaran
itu.
BAB II
HaKI DALAM
TEKNOLOGI INFORMASI
Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh teknologi informasi
tidak dapat lepas dari keberadaan HaKI. Secara umum HaKI adalah perlindungan
hukum yang berupa hak yang diberikan oleh negara secara eksklusif terhadap karya-karya yang
lahir dari suatu proses kreatif pencipta atau penemunya. Cyberspace yang ditopang
oleh dua unsure utama, computer dan informasi, secara langsung bersentuhan
dengan obyek-obyek pengaturan dalam HaKI, yaitu cipta, paten, merek, desain
industri, rahasia dagang dan tata letak sirkit terpadu. HaKI mendapatakan
sorotan khusus karena hak tersebut dapat disalahgunakan dengan jauh lebih mudah
dalam kaitannya dengan fenomena konvergensi teknologi informasi yang terjadi.
Tanpa perlindungan, obyek yang sangat bernilai tinggi ini dapat menjadi tidak
berarti apa-apa, ketika si pencipta atau penemu tidak mendapatkan penggantian
biaya yang telah dikeluarkannya selama proses penciptaan ketika orang lain
justru yang memperoleh manfaat ekonomis dari karyanya. Di Indonesia pelanggaran
HaKI sudah dalam taraf yang sangat memalukan. Indonesia
mendudki peringkat ketiga terbesar dunia setelah Ukraine
dan China
dalam soal pembajakan software. Berikut merupakan table perkiraan kerugian
industri AS akibat pembajakan hak cipta di seluruh dunia pada tahun 2004.
Perkiraan kerugian industri AS akibat pembajakan hak
ciptadi seluruh dunia pada 2004 (US$ juta)
|
||||||
Negara
|
Film
|
Musik
rekaman
|
Software
|
|||
Kerugian
|
persen
|
Kerugian
|
persen
|
Kerugian
|
persen
|
|
Pakistan
|
12.0
|
NA
|
70.0
|
100
persen
|
9.0
|
83
persen
|
Russia
|
275.0
|
80
persen
|
11.9
|
66
persen
|
751.0
|
87
persen
|
Ukraine
|
45.0
|
90
persen
|
115.0
|
65
persen
|
64.0
|
91
persen
|
Argentina
|
30.0
|
45
persen
|
41.5
|
55
persen
|
63.0
|
75
persen
|
Brazil
|
120.0
|
30
persen
|
343.5
|
52
persen
|
330.0
|
63
persen
|
Negara
|
Film
|
Musik
rekaman
|
Software
|
|||
Kerugian
|
persen
|
Kerugian
|
persen
|
Kerugian
|
persen
|
|
Bulgaria
|
4.0
|
35
persen
|
6.5
|
75
persen
|
16.0
|
71
persen
|
Chile
|
2.0
|
40
persen
|
24.8
|
50
persen
|
41.0
|
63
persen
|
Colombia
|
40.0
|
75
persen
|
51.6
|
71
persen
|
34.0
|
50
persen
|
Dominika
|
2.0
|
20
persen
|
10.3
|
75
persen
|
3.0
|
76
persen
|
Mesir
|
NA
|
NA
|
7.5
|
40
persen
|
35.0
|
68 persen
|
India
|
80.0
|
60
persen
|
67.3
|
50
persen
|
220.0
|
74
persen
|
Indonesia
|
32.0
|
92
persen
|
27.6
|
80
persen
|
112.0
|
87
persen
|
Kuwait
|
12.0
|
95
persen
|
8.0
|
65
persen
|
24.0
|
68
persen
|
Lebanon
|
10.0
|
80
persen
|
3.0
|
70
persen
|
15.0
|
75
persen
|
China
|
280.0
|
95 persen
|
202.9
|
85
persen
|
1465.0
|
90
persen
|
Filippina
|
33.0
|
85
persen
|
20.0
|
40
persen
|
38.0
|
70
persen
|
Korsel
|
40.0
|
20
persen
|
2.3
|
16
persen
|
263.0
|
46
persen
|
Thailand
|
30.0
|
60
persen
|
24.9
|
45
persen
|
90.0
|
78
persen
|
Belarus
|
NA
|
NA
|
26.0
|
71
persen
|
NA
|
NA
|
Bolivia
|
2.0
|
NA
|
16.0
|
90
persen
|
7.0
|
78
persen
|
Ecuador
|
NA
|
NA
|
20.0
|
95
persen
|
7.0
|
69
persen
|
Hungary
|
20.0
|
35
persen
|
11.5
|
38
persen
|
56.0
|
42
persen
|
Israel
|
30.0
|
40
persen
|
34.0
|
40
persen
|
36.0
|
37
persen
|
Italia
|
160.0
|
15
persen
|
45.0
|
23
persen
|
567.0
|
47
persen
|
Kazakhstan
|
NA
|
NA
|
23.0
|
68
persen
|
NA
|
NA
|
Latvia
|
NA
|
NA
|
12.0
|
85
persen
|
9.0
|
58
persen
|
Lithuania
|
1.5
|
65
persen
|
15.0
|
80
persen
|
11.0
|
58
persen
|
Malaysia
|
36.0
|
50
persen
|
55.5
|
52
persen
|
74.0
|
63
persen
|
Meksiko
|
140.0
|
70
persen
|
326.0
|
60
persen
|
230.0
|
65 persen
|
Selandia Baru
|
10.0
|
8 persen
|
NA
|
NA
|
12.0
|
22
persen
|
Peru
|
4.0
|
75
persen
|
68.0
|
98
persen
|
18.0
|
67
persen
|
Negara
|
Film
|
Musik
rekaman
|
Software
|
|||
Kerugian
|
persen
|
Kerugian
|
persen
|
Kerugian
|
persen
|
|
Polandia
|
30.0
|
35
persen
|
36.0
|
37
persen
|
175.0
|
58
persen
|
Romania
|
8.0
|
55
persen
|
18.0
|
78
persen
|
32.0
|
74
persen
|
Saudi
Arabia
|
20.0
|
40
persen
|
15.0
|
35
persen
|
85.0
|
56
persen
|
Serbia and Montenegro
|
NA
|
85
persen
|
12.0
|
80
persen
|
NA
|
NA
|
Taiwan
|
40.0
|
40
persen
|
49.4
|
36
persen
|
83.0
|
43
persen
|
Tajikistan
|
NA
|
NA
|
5.0
|
81
persen
|
NA
|
NA
|
Turki
|
50.0
|
45
persen
|
15.0
|
70
persen
|
99.0
|
66
persen
|
Turkmenistan
|
NA
|
NA
|
7.0
|
85
persen
|
NA
|
NA
|
Uzbekistan
|
NA
|
NA
|
31.0
|
81
persen
|
NA
|
NA
|
Venezuela
|
25.0
|
NA
|
31.0
|
80
persen
|
36.0
|
75
persen
|
Setelah melihat table di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa tingkat
pembajakan yang terjadi di Indonesia
dalam bidang computer sungguh sangat memprihatinkan. Sekitar lebih dari 90%
program yang digunakan di Indonesia
merupakan program yang disalin secara ilegal. Dampak dari pembajakan tersebut
menurunkan citra dunia Teknologi Informasi Indonesia pada umumnya. Hal ini
menurunkan tingkat kepercayaan para investor, dan bahkan juga menurunkan
tingkat kepercayaan calon pengguna tenaga TI Indonesia. Pada saat ini bisa
dikatakan tenaga TI Indonesia
belum dapat dipercaya oleh pihak Internasional, hal ini tidak terlepas dari
citra buruk akibat pembajakan ini. Yang lebih memprihatinkan lagi dikarenakan Indonesia merupakan Negara Asia
pertama yang ikut menandatangani Perjanjian “Internet Treaty” di Tahun 1997.
Tapi Indonesia justru masuk
peringkat tiga besar dunia setelah Vietnam dan Cina, sebagai Negara
paling getol membajak software berdasarkan laporan BSA (Bussiness Software
Alliance). Suburnya pembajakan software di Indonesia disebabkan karena
masyarakatnya masih belum siap menerima HaKI, selain itu pembajakan software
sepertinya sudah menjadi hal yang biasa sekali di negeri kita dan umumnya
dilakukan tanpa merasa bersalah. Bukan apa-apa, di satu sisi hal ini disebabkan
karena masih minimnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak dan
kekayaan intelektual yang terdapat pada setiap software yang digunakan. Di sisi
lain, harga-harga software propriatery tersebut bisa dikatakan diluar jangkauan
kebanyakan pengguna di indonesia.
Berikut adalah daftar harga software asli dari Microsoft:
01. CD Original
Windows® 98 Second Edition US$75
02. CD Original
Windows® Millennium Edition US$75
03. CD Original
Windows® XP Home Edition US$75
04. CD Original
Windows® 2000 Professional 1-2CPU US$175
05. CD Original
Windows® XP Professional US$175
06. CD Original
Windows® 2000 Server 1-4CPU for 5 CALs US$750
07. CD Original
Office 2000 SBE Edition (includes MS Word, MS Excel, MS
Outlook, MS Publisher,Small Business
Tools) US$210
08. CD Original
Office XP Small Business Win32 English (includes MS Word, MS
Excel, MS Outlook, MS Publisher) US$200.
Harga di atas tentunya
sangat jauh jika dibandingkan dengan cd bajakan yang ada di Indonesia. Bagi kita pun, rasanya
seperti sudah sangat biasa kita menemukan betapa sofware-software tersebut
ataupun dalam bentuk collection yang dijual hanya dengan harga yang berkisar
antara lima
hingga beberapa puluh ribu rupiah di toko-toko komputer, ataupun perlengkapan
aksesorisnya.
Permasalahan yang cukup menggelitik adalah kenyataan bahwa
penggunaan software bajakan ini tidak hanya melingkupi publik secara umum saja,
namun pula mencakup kalangan korporat, pemerintahan, atau bahkan para penegak
hukumnya sendiri pun bisa dikatakan belum bisa benar-benar dikatakan bersih
dari penggunaan software bajakan. Proses pemberantasannya barangkali akan
mengalami banyak hambatan, contoh saja spot yang muncul di sebuah milis yang barangkali
memperlihatkan bagaimana ironisnya :
“Suka
liat acara buser dan sejenisnya nggak?, kan
sering kelihatan tuh di kantor polisi, pak polisi lagi ngetik surat-2 atau
berita acara dsb. perhatiin deh, komputernya = rakitan, yaa bukannya nuduh,
tapi komputer rakitan "i.d.e.n.t.i.k" dengan software bajakan, pengen
jg sih saya laporkan. Tapi gimana...
--- ITCenter.”
--- ITCenter.”
Terlepas dari fakta bahwa postingan tersebut masihlah
merupakan spot yang mungkin tidak berdasar, namun melihat dari kenyataan yang
ada di lingkungan kita, hal ini bukan hal yang tidak mungkin, bahkan sangat
mungkin terjadi.
Bagaimana sebenarnya cara yang bisa menjadi pemecahan terbaik
dan cost-efective untuk melegalisasikan penggunaan software tersebut?
Baik menggunakan opensource ataupun proprietary sama-sama membutuhkan investasi
yang (secara makro) cukup besar. Umumnya sumber daya manusia yang dimiliki saat
ini sudah terlatih untuk menggunakan software yang umum digunakan seperti Windows, Office, dan sejenisnya yang
merupakan proprietary software, dan untuk menggunakan software proprietary
secara legal membutuhkan biaya yang cukup besar. Di sisi lain solusi ini
barangkali terjawab dengan software opensource seperti Linux dengan StarOffice misalnya, namun hal ini juga
membutuhkan biaya untuk training SDM yang saat ini dimiliki dan invisible-cost
yang muncul akibat turunnya produktifitas selama masa adaptasi.
Untuk mengurangi angka pembajakan di dunia yang semakin hari
semakin meningkat maka sebuah perkumpulan industri yang bergerak di software AS
yang dikenal dengan BSA (Business Software Aliance) sudah menyatakan perang dan
akan terus melacak penggunaan software illegal oleh perusahaan swasta dengan cara melibatkan masyarakat
melalui sayembara berhadiah Rp.50 juta bagi siapa saja yang memberikan
informasi yang akurat dan tepat tentang penggunaan software illegal di perusahaan. Informasi
yang masuk ke BSA bias saja dari masyarakat luas, bias saja dari karyawan
perusahaan itu sendiri yang tidak loyal sehingga mereka memberikan informasi
kepada BSA.
Sementara pemerintah Indonesia akan menggiatkan kampanye
melawan pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dan akan meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya masalah ini. Pemerintah juga akan
meningkatkan frekuensi pembersihan (razia), memperberat hukuman terhadap para
pelanggar HaKI dan melakukan usaha-usaha untuk mencegah masuknya produk-produk
bajakan ke Indonesia.
Salah satu langkah yang diambil pemerintah Indonesia adalah dengan membentuk
Tim Keppres 34, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan perundang-undangan hak
cipta, merek dan paten.
BAB III
DAMPAK PELANGGARAN HaKI
Dampak pembajakan software di Indonesia
tidak hanya merugikan perusahaan pembuat software saja, tetapi pemerintah Indonesia
juga akan terkena dampaknya. Industri software local menjadi tidak berkembang
karena mereka tidak mendapat hasil yang setimpal akibat aksi pembajakan ini.
Selain itu mereka menjadi enggan untuk memproduksi software, karena selalu
khawatir hasilnya akan dibajak.
Terlepas dari perusahaan software yang semakin hari merugi
karena aksi pembajakan, sebetulnya dunia TI Indonesia kini benar-benar
menghadapi suatu masalah besar. Dengan berlakunya TRIPs (Trade Related aspects
of Intellectual Property Rights Agreement) yang dicanangkan Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) mulai 1 Januari 2000, produsen-produsen paket
piranti lunak komputer terutama yang tergabung dalam Business Software Alliance (BSA) akan
menuntut pembajak program buatan mereka ditindak tegas sesuai ketentuan. Amerika
Serikat, melalui United State Trade Representatif yang dalam beberapa tahun
belakangan ini menempatkan Indonesia
pada posisi priority watch list. Kedudukan ini sekelas dengan negara-negara lain seperti, Cina, Bulgaria,
Israel, Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Mexico, maupun Korea. Padahal, pengelompokan
ini bukan tanpa sanksi. Jikalau Indonesia tak dapat memperbaiki keadaan, maka
sanksinya adalah penggunaan spesial 301 pada United States (US) Trade Act.
Ketentuan ini memberikan mandat kepada pemerintah Amerika Serikat untuk
melakukan pembalasan (retaliation) di bidang ekonomi kepada Indonesia.
"Dalam hal ini, pasar Indonesia di Amerika Serikat yang menjadi
taruhannya, bidang yang menjadi sorotan utama, yakni hak cipta menyangkut
pembajakan video compact disk serta program komputer, dan paten
berkenaan dengan obat-obatan (pharmaceuticals). Karena itu, yang penting
sebenarnya, adalah komitmen dari penegak hukum Indonesia pada standar
internasional mengenai HaKI sendiri. Apalagi, Indonesia
sudah menyatakan ikut dalam convention Establishing on the World Trade
Organization (Konvensi WTO) yang di dalamnya terdapat Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights Agreement(TRIPs).
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya. Sayang sekali masih diabaikan oleh masyarakat luas, termasuk pihak pendidikan, bidang HaKI sangat lekat dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan penghormatan atas HaKI tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. "Jikalau suatu negara perekonomiannya tergantung pada investasi asing, maka mereka pun sangat berkepentingan dengan perlindungan HaKI. Keluhan utama dari investor Amerika Serikat adalah belum memadainya penegakan hukum bidang HaKI di Indonesia. Dua hal yang menjadi sorotan utama, yakni penghormatan hak cipta yang menyangkut pembajakan VCD dan program komputer, serta penghargaan hak paten berkenaan dengan obat-obatan.
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya. Sayang sekali masih diabaikan oleh masyarakat luas, termasuk pihak pendidikan, bidang HaKI sangat lekat dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan penghormatan atas HaKI tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. "Jikalau suatu negara perekonomiannya tergantung pada investasi asing, maka mereka pun sangat berkepentingan dengan perlindungan HaKI. Keluhan utama dari investor Amerika Serikat adalah belum memadainya penegakan hukum bidang HaKI di Indonesia. Dua hal yang menjadi sorotan utama, yakni penghormatan hak cipta yang menyangkut pembajakan VCD dan program komputer, serta penghargaan hak paten berkenaan dengan obat-obatan.
BAB VI
SOLUSI PELANGGARAN HaKI
Untuk
menekan pembajakan software, maka alternative pertama adalah dengan menggunakan
software berbasis linux yang disebarluaskan tanpa dipungut biaya. Sehingga
tetap bias mendapatkan harga murah, tanpa harus menggunakan software bajakan.
Namun hal tersebut masih sulit dilakukan. Walaupun beberapa terakhir ini pihak
pedagang sudah berupaya keras menyosialisasikan software linux yang gratis.
Namun pembeli masih memilih software Microsoft yang sudah diakrabinya sejak
lama. Untuk ini memang butuh waktu, karena linux memang relative baru dikenal
masyarakat umum. Butuh advokasi market, agar software linux bias memasyarakat.
Alternative pilihan yang kedua yaitu
dengan diadakannya program “Campus Agreement” guna memberi lisensi masal bagi
computer kampus dengan harga jauh lebih
murah, antara lain untuk Windows 98,Windows NT, dan Microsoft Office. Apabila
model ini dapat disosialisasikan secara luas dikalangan kampus, maka semestinya
tidak ada lagi alasan pembenaran bagi tindakan pembajakan software di
lingkungan kampus.
Tawaran dari pihak Microsoft Indonesia dengan memanfaatkan
Microsoft Campuss Agreement memang lumayan menolong. Akan tetapi pada kenyataan
di lapangan tidak semua institusi pendidikan memiliki dana yang memadai untuk
membayar lisensi. Berikut ini diberikan ilustrasi mengenai besarnya dana yang
perlu dikeluarkan oleh suatu institusi pendidikan. Terus terang informasi ini
hanyalah interpretasi dari informasi yang ada pada situs Microsoft.
Memang institusi pendidikan menghadapi dilema berat dalam
aspek legalitas perangkat lunak dan pembiayaannya. Sebagai contoh harga piranti
lunak yang biasa digunakan adalah sebagai berikut (informasi ini hanya
perkiraan minimal):
Program
|
Harga
satuan
|
Windows 95
|
USD 160
|
Program
|
Harga
satuan
|
Windows 98
|
USD 200
|
Windows NT
|
USD 598 (tanpa
lisensi CAL)
|
CAL Windows NT
|
USD 15 per 1
user terkoneksi ke server
|
Jadi sebagai contoh misal suatu institusi dengan 100 komputer
yang menggunakan MS Windows 98 sebagai sistem opersi maka akan menghabiskan
dana sekitar :
Jenis
|
Jumlah
|
Harga
|
Total
|
Lisensi MS
Windows 98
|
100
|
200
|
20.000
|
Lisensi MS
Windows NT
|
1
|
598
|
598
|
CAL untuk MS Windows
NT
|
15
|
100
|
1500
|
Total
|
22098
|
Sehingga berdasarkan perkiraan kasar di atas, suatu institusi
yang memiliki 100 komputer dan 1 NT server akan menghabiskan minimal 22.098
USD hanya untuk pembelian lisensi sistem operasi. Belum termasuk biaya
program aplikasinya. Memang lisensi dari vendor tidak sesimple di atas, ada
beberapa model lisensi misal :
- Premium customer. Lisensi ini diberikan kepada kustomer kelas besar yang juga meliputi dukungan teknis dan akses kepada pengetahuan internal (Knowledge Base).
- Customer biasa : Hanya memperoleh dukungan teknis dari partner (Solution Provider, CTEC, dan lain-lain)
- MOLP (Microsoft Official License Programing), dikenal juga dengan istilah paket hemat, akan tetapi tampaknya kini telah tidak ada lagi.
- Lisensi massal yang diberikan kepada suatu institusi yang menggunakan program dalam jumlah banyak, misal untuk institusi pendidikan dikenal dengan Microsoft Campus Agreement
Tetapi dalam bahasan ini hanya akan dibahas suatu lisensi
keringanan yang biasa diberikan bagi kampus. Lisensi ini memungkinkan suatu
anggota institusi untuk memiliki perangkat lunak produk MS secara lebih murah,
karena pihak institusi telah membayar secara borongan per tahun berdasarkan
jumlah warga institusi tersebut. Berdasarkan informasi pada situs http:atauatauwww.microsoft.comataueducationataulicenseataucampus.asp
Perhitungan biaya
akan dihitung dengan jumlah full time equivalent (FTE). FTE
dihitung berdasarkan jumlah staf dan pengajar yang dilaporkan pihak sekolah ke
pemerintah. Berdasarkan informasi di situs tersebut, perhitungan FTE adalah
sebagai berikut :
Dosen tetap + dosen tidak tetapatau3 +
staf tetap + staf tidak tetapatau3 = total FTE
Misalkan untuk suatu universitas dengan 1000 staf tetap dan
300 staf tidak tetap, maka FTE total adalah sekitar 1100 (jumlah ini merupakan
jumlah tipikal bagi universitas di kota besar Indonesia). Misalkan tiap point 1
FTE harus membayar sekitar Rp 100.000,- (ini perhitungan minimum). Maka biaya
yang harus dikeluarkan institusi tersebut per tahun adalah 1100 x Rp 100.000
yaitu sekitar Rp 110.000.000,- untuk tahun pertama.
Tahun berikutnya akan dibebani biaya perpanjangan kontrak
kembali. Lisensi tersebut akan meliputi program :
- Microsoft Office Standard & Professional Editions
- Microsoft Office Macintosh Edition
- Microsoft Windows Upgrades
- Microsoft BackOffice Server Client Access License (CAL)
- Microsoft FrontPage
- Microsoft Visual Studio? Professional Edition
- Microsoft Office Starts Here?atauStep by Step Interactive by Microsoft Press
Dari keterangan di atas jelas belum termasuk program-program
seperti compiler, pengolah grafik yang juga dibutuhkan untuk suatu institusi
pendidikan.
Tentu yang akan menjadi pertanyaan, apakah setiap
institusi pendidikan di Indonesia
mampu membayar beban ini ?, sebab ujung-ujungnya mahasiswalah yang menerima
beban ini. Tentu harus dicarikan lagi jalan keluar pelengkap bagi institusi
yang memiliki keterbatasan dana atau ingin secara bijaksana memanfaatkan
dana dari mahasiswanya.
Memang kemudian pihak institut dapat menjual ulang ke
mahasiswa atau staff dengan dikenakan biaya seharga $25 -$50 untuk mendapatkan
perangkat lunak tersebut. Memang biaya ini lebih murah dibandingkan academic
price, tetapi tetap tinggi untuk ukuran Indonesia.Bahkan dengan kata lain
secara tidak langsung pihak universitas menjadi ujung tombak pemasaran vendor
kepada para mahasiswa.
Pilihan alternatif
Solusi yang ada dan ditawarkan oleh para vendor saat ini
akhirnya tetap akan mengakibatkan pengeluaran dana yang sangat besar. Walaupun
telah menggunakan beragam lisensi yang mencoba meringankan biaya. Tetapi bila
nilai tersebut kita kalikan dengan jumlah perusahaan menengah yang ada di Indonesia,
maka jumlah tersebut akan menjadi cukup besar, dan menjadi beban ekonomi yang
tidak bisa diabaikan lagi. Tentu
akan timbul pertanyaan, apakah ada solusi lain untuk lepas dari kondisi ini ?.
Jawabannya adalah ada, dan akan dipaparkan pada tulisan ini.
Beberapa kemungkinan solusi untuk
menghindari masalah di tuduhan pembajakan adalah sebagai berikut :
- Pasrah dan terpaksa membeli perangkat lunak yang digunakan. Baik sistem operasi, maupun aplikasinya. Sudah barang tentu bagi institusi besar sebaiknya memanfaatkan segala bentuk lisensi yang meringankan biaya total. Tetapi melihat sebagian besar peringanan biaya ini hanya berlaku bagi perusahaan atau institusi yang menggunakan salinan lebih dari 5 komputer, tentu bagi perusahaan kecil tetap akan membayar dengan harga biasa. Dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini, solusi ini akan menimbulkan beban ekonomi yang cukup besar. Bayangkan bagi suatu perusahaan atau lembaga pendidikan yang memiliki 100 unit komputer. Sudah barang tentu mau tidak mau terpaksa mengharap belas kasihan para vendor untuk meringankan biaya lisensi. Permasalahan perkiraan biaya dengan solusi ini telah dijabarkan di atas.
- Mengembangkan perangkat lunak yang digunakan, baik sistem operasi maupun aplikasinya. Solusi ini sangatlah ideal dan akan sangat baik sekali bila dapat dilaksanakan. Sudah barang tentu akan memakan waktu yang banyak serta Sumber Daya Manusia yang tidak main-main. Secara jujur dapat dikatakan SDM bidang Teknologi Informasi di Indonesia belumlah mampu melakukan hal ini secara luas. Hal ini tidak terlepas, dari kenyataan saat ini, sebagian besar dari kegiatan praktisi TI adalah pada penguasaan ketrampilan operasional dan implementasi dari sistem. Di tambah lagi dengan kenyataan bahwa akses ke informasi internal dari teknologi perangkat lunak yang digunakan sangatlah terbatas.
- Memanfaatkan aplikasi Open Source, dan turut mengembangkannya sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Program Open Source merupakan suatu program yang memiliki sistem lisensi yang berbeda dengan program komersial pada umumnya. Lisensi hukum yang digunakan pada program Open Source memungkinkan penggunaan, penyalinan, dan pendistribusian ulang secara bebas, tanpa dianggap melanggar hukum dan etika. Program Open Source relatif sudah dikembangkan cukup lama, dan telah dimanfaatkan sebagai tulang punggung utama dari sistem Internet. Beragam aplikasi Open Source saat ini tersedia secara bebas. Pemanfaatan Open Source secara luas di Indonesia akan menghindari dari pengeluaran biaya serta tuduhan pembajakan. Bahkan komunitas pengguna Open Source pun telah tumbuh luas di berbagai daerah di Indonesia dari Banda Aceh ( http:atauatauaceh.linux.or.id hingga Makassar http:atauatauupg.linux.or.id.
Dari ketiga kemungkinan tersebut, dengan mempertimbangkan
keterbatasan waktu, biaya dan SDM maka solusi dengan memanfaatkan aplikasi Open
Source sangatlah menjanjikan untuk diterapkan untuk mengatasi masalah ini.
Sayang sekali hingga saat ini masih sedikit tanggapan dari pihak Pemerintah
mengenai kemungkinan pemanfaatan Open Source sebagai solusi masalah HaKI.
Sebagai perkembangan dari pemanfaatan aplikasi open source,
maka bila dana yang seharusnya digunakan untuk membeli perangkat lunak,
dikumpulkan untuk mendanai programmer Indonesia untuk mengembangkan
aplikasi Open Source tentu akan memberikan manfaat yang lebih besar, daripada
membeli aplikasi jadi dari luar negeri. Tentu saja ini membutuhkan visi
masa depan, bukan sekedar visi jangka pendek.
Memang tidak harus suatu institut hanya memakai Open Source,
ataupun hanya memakai vendor based aggrement. Prosentase kombinasi haruslah
dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan jangka panjang dan ketersediaan dana.
BAB V
KESIMPULAN
Tanggung jawab kita
yang pertama sebagai pemakai program atau piranti lunak komputer ialah membeli
hanya program atau piranti lunak komputer ASLI untuk pemakaian anda sendiri.
Jika membeli program atau piranti lunak
komputer untuk keperluan usaha, setiap unit komputer yang ada di tempat usaha masing-masing
harus memiliki sendiri seperangkat program atau piranti lunak komputer ASLI
berikut buku pedoman penggunaannya. Jika hanya membeli satu program atau piranti
lunak komputer ASLI untuk digunakan atau dimasukkan ke dalam lebih dari satu
unit komputer atau meminjamkan, menyalin atau mengedarkan program atau piranti
lunak komputer atau buku pedoman penggunaannya dengan alasan apapun, tanpa
persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang atau pemilik hak cipta atas
program atau piranti lunak komputer atau buku pedoman itu, maka anda telah
melakukan tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum.
Pada waktu
membeli programataupiranti lunak komputer, pastikanlah bahwa hanya membeli programataupiranti lunak
komputer ASLI. Banyak produk bajakan yang dikemas sedemikian rupa sehingga
nampak sama dengan produk yang asli, namun jauh berbeda dari segi mutunya.
Juga merupakan
kewajiban kita untuk membeli hanya program atau piranti lunak komputer ASLI.
Jika membeli atau menggunakan program atau
piranti lunak komputer PALSU atau hasil bajakannya, kita bukan saja melanggar
hak penciptanya untuk memperoleh pendapatan, tetapi juga merugikan industri
komputer secara keseluruhan. Semua pencipta program atau piranti lunak
komputer, baik yang kecil maupun yang besar, menghabiskan waktu bertahun-tahun
untuk mengembangkan dan menciptakan program atau piranti lunak komputer untuk
keperluan umum. Suatu bagian dari setiap dolar yang dikeluarkan untuk membeli
program atau piranti lunak komputer ASLI disalurkan kembali untuk keperluan
riset dan pengembangan demi peningkatan program atau piranti lunak komputer
agar menjadi lebih canggih. Tetapi jika kita membeli program atau piranti lunak
komputer PALSU atau hasil bajakan, semua uang kita langsung masuk
kantong pembajak program atau piranti lunak komputer tersebut sedangkan pihak
penciptanya tidak mendapat apapun.
Kehilangan pendapatan seperti itu jelas sangat merugikan, karena:
- mengurangi jumlah uang untuk riset dan pengembangan program atau piranti lunak komputer.
- mengurangi penyediaan produk penunjang teknis lokal.
- mengurangi kemampuan penyaluran program atau piranti lunak komputer yang sudah ditingkatkan mutunya, dan
- merugikan perekonomian setempat karena berkurangnya hasil penjualan penyalur resmi, dan dengan demikian mengurangi penghasilan dan kesempatan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar